Indonesia baru-baru ini menyaksikan langkah reformasi besar dalam tata kelola Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dengan disahkannya perubahan undang-undang yang mengarah pada transformasi Kementerian BUMN menjadi Badan Pengaturan Badan Usaha Milik Negara (BP BUMN). Perubahan nomenklatur ini bukan sekadar pergantian nama, melainkan sebuah penataan ulang peran kelembagaan yang diharapkan mampu menjadikan BUMN lebih efisien, transparan, dan berdaya saing global.
Dari Kementerian Menuju Badan Pengaturan
Transformasi ini didasarkan pada revisi Undang-Undang tentang BUMN, yang disahkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI. Secara resmi, Kementerian BUMN dibubarkan dan tugas serta fungsinya beralih ke BP BUMN yang didirikan pada 2 Oktober 2025.
BP BUMN diposisikan sebagai lembaga yang menyelenggarakan tugas pemerintahan di bidang BUMN, dengan status setingkat menteri. Perubahan ini bertujuan memperjelas posisi BUMN dalam sistem penyelenggaraan negara dan menguatkan tata kelola perusahaan pelat merah.
Peran Sentral BP BUMN sebagai Regulator
Perubahan paling fundamental terletak pada pemisahan fungsi antara regulator dan operator. Jika sebelumnya Kementerian BUMN kerap menjalankan kedua peran tersebut, kini BP BUMN difokuskan sebagai regulator murni.
Fungsi utama BP BUMN meliputi:
Regulasi dan Kebijakan: Menyusun dan menetapkan kebijakan serta regulasi yang berkaitan dengan BUMN secara keseluruhan.
Pengaturan Tata Kelola: Memastikan penerapan tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance) di seluruh entitas BUMN.
Optimalisasi Peran BUMN: Menambah kewenangan dalam mengoptimalkan peran BUMN sebagai katalis pembangunan dan agen transformasi ekonomi.
Sementara itu, fungsi operasional dan pengelolaan investasi BUMN diserahkan kepada entitas lain yang dikelola secara profesional, seperti Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara, yang bertindak sebagai superholding atau induk investasi. Pemisahan ini dirancang untuk menghilangkan potensi konflik kepentingan dan meningkatkan fokus manajemen BUMN.
Kepemimpinan dan Jajaran Pejabat
BP BUMN dipimpin oleh seorang Kepala Badan yang setingkat menteri. Presiden melantik pimpinan BP BUMN tak lama setelah undang-undang baru disahkan. Sosok yang ditunjuk sebagai Kepala BP BUMN adalah Dony Oskaria.
Dalam menjalankan tugasnya, Kepala BP BUMN dibantu oleh Wakil Kepala Badan. Berdasarkan pelantikan yang dilakukan oleh Presiden, Wakil Kepala BP BUMN dijabat oleh Aminuddin Ma'ruf dan Tedi Bharata. Jajaran pimpinan ini bertanggung jawab untuk mempercepat agenda reformasi dan konsolidasi, seperti penataan sektor asuransi dan restrukturisasi perusahaan karya, demi menciptakan BUMN yang lebih sehat dan efisien.
Dampak dan Harapan
Transformasi kelembagaan ini membawa sejumlah perubahan penting, termasuk:
Transparansi dan Akuntabilitas: Adanya pengaturan kewenangan pemeriksaan keuangan BUMN oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk meningkatkan akuntabilitas.
Penataan Kepemimpinan: Larangan rangkap jabatan bagi menteri dan wakil menteri pada direksi, komisaris, dan dewan pengawas BUMN.
Perlindungan Pegawai: Mekanisme peralihan status kepegawaian dari Kementerian BUMN ke BP BUMN dengan status tetap sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN).
Pembentukan BP BUMN merupakan langkah progresif dalam menjawab tantangan pengelolaan aset negara. Dengan fokus pada fungsi pengaturan, diharapkan BP BUMN dapat menciptakan ekosistem BUMN yang lebih berorientasi pada nilai (value creation), profesional, dan mampu bersaing di kancah regional maupun global.
Reformasi ini diharapkan menjadi pilar kuat dalam mewujudkan BUMN sebagai motor penggerak ekonomi nasional yang inklusif dan berkelanjutan.

Comments
Post a Comment