Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) tengah gencar menyuarakan visi besar untuk sektor Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Indonesia. Chief Investment Officer (CIO) Danantara, Pandu Sjahrir, mengungkapkan ambisi untuk mengkonsolidasikan seluruh 889 perusahaan BUMN yang saat ini berada di bawah pengelolaan Danantara agar beroperasi di bawah satu komando. Langkah ini bukan sekadar efisiensi, melainkan strategi krusial untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi nasional yang berkelanjutan.
Selama ini, kerap muncul isu "ego sektoral" di antara BUMN yang dapat menghambat sinergi dan kolaborasi. Pandu Sjahrir menegaskan bahwa sudah saatnya BUMN tidak lagi melihat urusan perusahaan masing-masing secara terpisah, tetapi bagaimana mereka dapat bekerja sama dan bersatu padu. Konsep "satu komando" yang diusung Danantara bertujuan untuk merampingkan struktur, meningkatkan kelincahan, dan memungkinkan BUMN bergerak lebih cepat dalam menjawab tantangan global.
Mengapa Satu Komando?
Target utama dari konsolidasi ini adalah mendukung visi Presiden Prabowo Subianto untuk mencapai pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen secara tahunan (YoY). Dengan menyatukan komando, Danantara berharap berbagai kebijakan bisnis dan investasi dapat dijalankan lebih efisien, terukur, dan berdampak besar. Ini membuka ruang lebar bagi:
Merger antar anak usaha BUMN: Mengurangi duplikasi, mengoptimalkan sumber daya, dan menciptakan entitas yang lebih kuat.
Kolaborasi lintas sektor: Mendorong sinergi antara BUMN dari berbagai industri untuk menciptakan nilai tambah yang lebih besar.
Integrasi dengan perusahaan swasta strategis: Menarik investasi dan keahlian dari sektor swasta untuk proyek-proyek strategis nasional.
Danantara menargetkan penyusutan jumlah perusahaan BUMN dari 889 menjadi kurang dari 200 perusahaan melalui proses konsolidasi bisnis ini. Hal ini diharapkan akan menciptakan ekosistem investasi yang tidak hanya bertumpu pada satu sektor, tetapi lintas industri dan lintas negara.
Peran Strategis Danantara
Sejak didirikan, Danantara telah menunjukkan perannya yang strategis dalam menggenjot investasi di Tanah Air. Beberapa kerja sama internasional yang telah terjalin antara lain:
ACWA Power (Arab Saudi): Kerja sama senilai US$10 miliar (sekitar Rp162,36 triliun) untuk proyek energi terbarukan, hidrogen hijau, dan desalinasi air.
Qatar Investment Authority (QIA): Kemitraan strategis senilai US$4 miliar untuk mengelola dana investasi yang ditujukan bagi pembangunan di Indonesia.
PT Chandra Asri Pacific Tbk (TPIA): Kerja sama dalam pengembangan pabrik chlor alkali – ethylene dichloride (CA-EDC) senilai US$800 juta (sekitar Rp13 triliun).
Dengan total kelolaan aset lebih dari US$1 triliun dan komitmen pendanaan yang terus bertambah, Danantara memiliki tanggung jawab besar untuk menjaga amanah konstitusi, khususnya Pasal 33 UUD 1945, dalam pengelolaan sumber daya alam demi kemakmuran rakyat.
Langkah Danantara untuk menyatukan BUMN di bawah satu komando adalah sebuah terobosan yang ambisius. Jika berhasil, konsolidasi ini berpotensi besar untuk mewujudkan sinergi yang lebih kuat, efisiensi yang optimal, dan pada akhirnya, mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia menuju target yang lebih tinggi. Ini adalah momentum bagi seluruh BUMN untuk tidak lagi memikirkan peran individu, melainkan berkontribusi untuk Indonesia secara keseluruhan.

Comments
Post a Comment