Fintech for Faster Economic Recovery: Collaboration in Balancing Governance and Innovation

Saya dua hari lalu menerima email dari Aftech (Asosiasi Fintech Indonesia|) yang berisi QR untuk unduk Laporan Survei Anggota AFTECH 2021 yang mengambil tema “Fintech for Faster Economic Recovery: Collaboration in Balancing Governance and Innovation”.

Laporan tersebut menyoroti tentang kontribusi Tekfin terhadap perekonomian, upaya industri untuk membangun tata kelola yang baik, infrastruktur, lanskap regulasi, kesenjangan talenta, implementasi strategi inklusi keuangan, dan industri Tekfin di masa pandemi COVID-19.

Indonesia adalah pasar yang sangat menjanjikan bagi industri Tekfin dan siap menjadi salah satu ekosistem Tekfin terbesar di dunia. Indonesia merupakan negara terpadat keempat dan ekonomi terbesar keenam belas di dunia, didukung oleh peningkatan proporsi penduduk usia kerja, penetrasi internet, serta dukungan pemerintah untuk memperluas pertumbuhan inklusif inklusi keuangan dan literasi di seluruh nusantara. 

Adopsi Tekfin di Indonesia juga telah mengubah industri jasa keuangan di Indonesia, mendorong inovasi dan kolaborasi yang dipercepat oleh pandemi COVID-19. Sebagai bagian dari ekosistem digital financial services, Tekfin telah memberikan akses bagi masyarakat unbanked dan underbanked serta mendukung pemulihan ekonomi, khususnya di tengah pandemi COVID-19 dengan memfasilitasi konsep low-touch economy.

Pada tahun 2021, Indonesia telah memberi kontribusi sebesar 23% dari seluruh perusahaan Tekfin di Asia Tenggara dengan tren peningkatan jumlah pemain Tekfin dan model bisnis Tekfin. Tren ini, dikombinasikan dengan potensi sektor Tekfin Indonesia, juga telah menarik investasi untuk masuk ke sektor tersebut. 

Secara khusus, investasi akumulatif di sektor Tekfin Indonesia adalah 58% dan 157% lebih banyak dibandingkan dengan total investasi asing dan domestik di sektor mesin dan elektronik Indonesia, serta sektor tekstil Indonesia, masing-masingnya5. Saat ini, tiga dari delapan unicorn di Indonesia dikontribusikan oleh industri Tekfin6.

Terkait dengan profil dari pengguna fintech, hasil survei menunjukkan bahwa 59% pengguna Tekfin adalah individu dengan segmen berpenghasilan rendah hingga menengah (<IDR 5Jt – IDR 15Jt) yang berdomisili di pulau Jawa khususnya area Jabodetabek. 

Dalam rangka meningkatkan akses layanan keuangan ke seluruh Indonesia, perusahaan Tekfin juga terus berupaya meningkatkan layanan ke daerah pedesaan. Sebanyak 69% Tekfin menyatakan bahwa mereka telah melayani daerah pedesaan. Mayoritas perusahaan Tekfin (45%) juga optimistis dapat berekspansi ke daerah- daerah di luar DKI Jakarta dan Jabodetabek secara lebih lagi kedepannya. Hal ini menjadi penting dalam rangka mencapai target inklusi keuangan nasional. Hasil survei juga mencatat beberapa kendala utama dalam ekspansi ke daerah pedesaan: literasi keuangan (55%), infrastruktur (44%), dan kendala budaya (20%).

Sampai dengan Q3 2021, tercatat sebesar USD 9047 Juta investasi masuk ke sektor fintech di Indonesia. Jumlah ini adalah dua kali dan bahkan tiga kali lebih tinggi dari beberapa negara tetangga. Tren investasi pada industri fintech di Indonesia adalah sejalan dengan tren global.

Pertumbuhan industri Tekfin di Indonesia tidak lepas dari peran pemerintah. Mayoritas dari responden survei sepakat bahwa pemerintah Indonesia telah mendukung industri untuk bertumbuh dalam hal inovasi (53%) dan investasi (48%), meskipun masih terdapat beberapa regulasi yang menjadi tantangan bagi perusahaan Tekfin. Keberadaan tantangan ini tidak menyurutkan pandangan responden akan masa depan industri Tekfin di Indonesia. Sebanyak 52% responden survei menyampaikan respons positif terkait potensi masa depan industri Tekfin.

Perkembangan dan potensi industri Tekfin juga tidak lepas dari risiko. Berbagai risiko telah menjadi perhatian regulator serta penyelenggara tekfin dalam upaya mereka menciptakan perlindungan konsumen dan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap industri. Risiko-risiko perlindungan data pribadi dan risiko keamanan siber, merupakan beberapa diantaranya. 

Survei yang dilakukan terhadap anggota AFTECH menunjukkan bahwa penerapan tata kelola yang baik oleh seluruh perusahaan Tekfin menjadi salah satu variable kunci dalam memitigasi resiko dan meningkatkan keamanan dalam menggunakan layanan Tekfin. 

Survei menunjukkan bahwa ditinjau dari ketentuan regulasi pemerintah, sebagian besar responden telah memiliki kapasitas minimal internal yang memadai untuk mendukung kebutuhan manajemen data. Terkait penerapan standar industri, mayoritas responden menyatakan telah menerapkan standar (61%) dan kode perilaku internasional (77%).

Selain tata kelola, edukasi dan literasi serta infrastruktur teknologi merupakan faktor kunci lainnya yang penting bagi industri Tekfin. Terkait infrastruktur teknologi hasil survei menunjukkan bahwa meski mencatat adanya tantangan infrastruktur teknologi di daerah yang turut mempengaruhi ekspansi layanan Tekfin ke daerah, namun 53% responden memiliki persepsi positif akan pertumbuhan dan perbaikan pemerataan infrastruktur dan teknologi ke depannya. 

Laporan Survei Anggota Tahunan AFTECH juga membahas mengenai kesenjangan keahlian dan kesetaraan gender. Terkait dengan keahlian dan tenaga kerja di sektor Tekfin, hasil survei menunjukan bahwa kelangkaan tenaga kerja masih tetap menjadi salah satu tantangan industri dan dalam rangka mengatasinya responden telah melakukan in-house training (65%), merekrut dari beberapa opsi seperti lembaga keuangan (46%) atau perusahaan serupa (45%) atau universitas terkemuka (26% responden). Sementara terkait dengan kesetaraan gender dalam industri Tekfin, hasil survei menunjukan adanya peningkatan partisipasi perempuan Indonesia di dalam perusahaan Tekfin serta dalam menggunakan Tekfin (atau sebagai konsumen).

Tekfin memiliki spirit utama untuk meningkatkan akses terhadap layanan keuangan bagi seluruh masyarakat Indonesia, dengan demikian menargetkan unbanked dan underbanked. Sehubungan dengan hal ini, perusahaan Tekfin telah menerapkan inisiatif korporasi untuk membantu pelanggan dan masyarakat dengan inklusi keuangan (89%), menjalankan kegiatan untuk meningkatkan literasi keuangan (85%) serta literasi digital (79%). Selanjutnya, untuk menjawab tantangan inklusi keuangan, hasil survei juga menunjukkan bahwa beberapa responden telah menjalin kerja sama dengan lembaga keuangan serta kemitraan strategis dengan pemerintah.

Pandemi COVID-19 yang berkepanjangan telah membawa tantangan dan peluang bagi Industri Tekfin di Indonesia. Perusahaan Tekfin telah melakukan penyesuaian strategi usaha mereka di masa pandemi. Sejalan dengan temuan umum di pasar, hasil survei menunjukan bahwa perusahaan Tekfin menjadi lebih agresif di tahun 2021 dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Survei juga mencatat perbaikan persepsi dari responden terkait dengan pemulihan kegiatan usaha.

Comments